Powered By Blogger

Kamis, 31 Maret 2016

Bidang Hukum Adat


  MAKALAH HUKUM ADAT

Oleh:
  Moh Durrul Ainun Nafis   (C01215020)
Millah Hanifah                     (C01215019)
Hamiim Imam Mahdi         (C01215023)

FAKULTAS SYARIAH & HUKUM
PRODI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Secara umum pengertian hukum adat adalah suatu hukum tidak tertulis yang tumbuh di masyarakat berbentuk kebiasaan-kebiasaan yang berulang dan memiliki sanksi. Dimana istilah adat hanya ditujukan untuk kebiasaan perilaku dan tata cara yang terdapat dalam suatu masyarakat adat. Masyarakat-masyarakat asli yang hidup di Indonesia sejak ratusan tahun sebelum kedatangan bangsa Belanda telah memiliki dan hidup dalam tata hukumnya sendiri yang dikenal dengan sebutan hukum adat. Hukum adat mempunyai ikatan dan pengaruh yang sangat kuat dalam masyarakat. Kekuatan mengikatnya pada masyarakat yang mendukung hukum adat tersebut yang terutama berpangkal pada perasaan keadilannya. Menurut ter Haar bahwa didalam mengambil keputusan di dalam hukum adat, harus dilakukan dengan memperhatikan sistem hukum, kenyataan sosial dan prikemanusiaan.[1]
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu berlaku.
Adat-istiadat yang hidup didalam masyarakat erat sekali kaitannya dengan tradisi-tradisi rakyat dan ini merupakan sumber pokok dari pada hukum adat. Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, mengatakan bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Aturan-aturan tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum
Serta mengenai bidang-bidang dalam hukum adat sendiri meliputi; hukum Perkawinan, hukum waris, hukum tanah, hukum Hutang piutang dan hukum perjanjian. Akan tetapi dalam makalah ini lebih ditekankan pada ruang lingkup hukum adat dalam bermasyarakat saja.


BAB II
PEMABAHASAN
2.1       Mengenal Hukum Adat
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.[2]
Bagi seorang ahli-hukum asing yang baru mempelajari hukum adat pada umumnya tidak dimengerti oleh karena itu, bagi yang mengerti hukum adat itu seolah-olah hanyalah peraturan-peraturan ajaib yang sebagai besar bersimpang-siur.[3] Seperti yang kita kenal hukum adat tidak memiliki hukuman melainkan berupa sanksi yang sifatnya reaksi masyarakat.
Hukum adat terus-menerus dalam keadaan tubuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri (Prof. Dr. Soepomo SH) sedangkan menurut Van Vollenhollen menegaskan bahwa “hukum adat pada waktu yang telah lampau agak beda isinya; hukum adat menunjukkan perkembangan kemudian hukum adat berkembang dan maju terus-menerus dan keputusan-keputusan adat menimbulkan hukum adat”.[4]
Apabila kita melakukan studi tentang hukum adat maka kita harus berusaha memahami cara hidup dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan refleksi dari cara berpikir dan struktur kejiwaan bangsa Indonesia.[5]
Maka jelas dikatakan bahwa memang hukum adat adalah sebagai aspek kehidupan dan budaya bangsa Indonesia karena struktur kejiwaan dan cara berfikir bangsa Indonesia tercermin lewat hukum adat itu sendiri.

2.2       Bidang Hukum Adat
Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis. Inventariasi terhadap bidang-bidang hukum adta dapat diperoleh melalui berbagai cara, salah satunya ialah dengan menelaah karya para sarjana yang telah melakukan studi terhadap hukum adat. Berdasarkan perumusan Van Dijk (Hilman Hadikusuma; 1992) tentang bidang-bidang hukum adat adalah: “selain daripada pembagian teritorial menurut karangan yang terdapat dalam lingkaran hukum adat yang pembagianya terdiri atas 3 kelompok”. Menurutnya bidang hukum adat dapat disimpulkan bahwa:[6]
1.      Hukum Adat Mengenai Tata Negara
Meliputi semua susunan da ketertibak dalam masyarakat serta dalam lingkungan pekerjaan, jabatan dan alat-alat perlengkapan.
2.      Hukum Warga secara Adat
a.       Hukum peralian sanak – hukum perkawinan, waris.
b.      Hukum tanah (hak-hak tanah, transaksi-transaksi tanah).
c.       Hukum perhutangan
3.      Hukum Adat Mengenai Delik (sumbang)
Delik adalah perbuatan yang terlarang karena menimbulkan (hukuman) masyarakat terhadap orang yang melakukan pelanggaran. Kata delik berasal dari bahasa Latin, yaitu dellictum, yang didalam Wetboek Van Strafbaar feit Netherland dinamakan Strafbaar feit. Dalam Bahasa Jerman disebut: “perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana”.
Sedangkan berdasarkan Van Vollenholen sebagaimana diuraikan Soeleman B. Taneko (1974), bidang-bidang hukum adat meliputi:[7]
1)      Pemerintah dan Peradilan
2)      Hukum keluarga
3)      Tentang pribadi
4)      Masyarakat adat
5)      Hukum perkawinan, waris
6)      Hukum sanksi, delik
7)      Hukum hutang piutang, tanah
Sementara itu, menurut Soepomo sebaiamana dikutip oleh Nani Soewondo (Soeleman B. Taneko (1974), penyajian bidang-bidang hukum sama seperti yang diutarakan oleh Van Vollenhollen akan tetapi ada sedikit tambahan, yaitu berupa Hukum pelanggaran dan menurut Suroyo Wignyodipuro (1985) bahwa bidang-bidang hukum adat meliputi: Hukum negara, hukum pidana, hukum perdata, dan hukum antarbangsa adat.
Mengenai bidang-bidang hukum adat yang telah terurai diatas tampak berbagai variasi. Tegasnya, variasi tersebut didapat berdasarkan lingkungan serta suasana pada saat itu yang mana mempengaruhi pemikir-pemikir untuk merincikan pandangan tentang bidang hukum adat. Oleh karena itu penulis memberikan batasan pembidangan sesuai dengan ruang lingkup urainya agar pembaca mudah memahami bidang hukum adat tersebut sebagai berikut:
A.    Hukum perkawinan Adat
Ialah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, sistem perkawinan, cara pelamaran, harta perkawinan, upacara perkawinan, dan putusnya perkawinan dalam struktur masyarakat. Sehingga Keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang menentukan prosedur yang harus dilalui itu, beserta dengan ketentuan-ketentuan hukum yang menentukan akibat-akibat hukum dari padanya disebut hukum perkawinan.[8]

B.     Hukum Perjanjian Adat
Ialah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaiamana hubungan hukum yang berlaku dalam masyarakat, di kalangan rakyat jelata terutama di pedesaan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup.
C.    Hukum Waris Adat
Ialah hukum adat yang mengatur tentang proses penerusan serta pengalihan harta warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.[9] Menurut pendapat Soerojo Wignjodipoero, S.H., mengatakan : “Hukum waris adat meliputi norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun immaterial yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya”.[10]
D.    Hukum Peradilan Adat
Ialah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang cara menyelesaikan suatu perkara dan menetapkan keputusan hukum suatu perkara menurut hukum adat.[11]
E.     Hukum Kekerabatan Adat
Ialah hukum adat yang mengatur tentang kedudukan pribadi seseornag sebagaimana anggota kerabat, keduudkan anak terhadap orang tua, dan lain sebaginya.[12]
F.     Hukum  Hutang Piutang
Dalam suasana hukum adat, hukum hutang piutang atau hukum perutangan merupakan kaidah-kaidah atau norma-norma yang mengatur hak-hak anggota-anggota atas benda-benda yang bukan miliknya. Dalam adat hukum hutang piutang tidak hanya meliputi atau mengatur perbuatan-perbuatan hukum yang menyangkutkan masalah perkreditan perseorangan saja, tetapi juga masalah yang menyangkut tentang; Hak atas perumahan, tumbuh-tumbuhan, ternak dan barang; Sumbang menyumbang, sambat sinambat, tolong menolong; Panjer; Kredit perseorangan.[13]
G.    Hukum Pelanggaran Adat
Ialah semua perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan keputusan, kerukunan, ketertiban, keamanan, keadilan, dan kesadaran hukum masyarakat baik itu berasal dari perbuatan perseorangan ataupun anggota.[14]

2.3       Sistem Hukum Adat
Sistem hukum adat pada dasarnya bersendikan pada alam fikiran bangsa Indonesia yang tidak sama dengan alam pikiran masyarakat Barat. Oleh karena itu sistem hukum adat dan sistem hukum Barat terdapat beberapa perbedaan diantaranya :
Hukum Barat
Hukum Adat
        Mengenal hak suatu barang dan hak seorang tertentu
         Tidak mengenal dua pembagian hak tersebut, perlindungan hak ditangan hakim (kepala suku)
           Mengenal Hukum Umum dan Hukum Privat
Tidak memberdakan antara hukum pidana dan hukum perdata
    Ada Hakim Pidana dan Hakim Perdata
         Pembetulan hukum kembali kepada hakim (kepala adat) dan upaya adat (adat reaksi)

2.4              Status Hukum Adat
2.4.1    Hukum Adat Sebagai Pelestarian Nilai-Nilai Adat Istiadat.
Dari seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta tahun 1975 di atas telah dijelaskan secara rinci dimanakah sebenarnya kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia. Dalam seminar tersebut dijelaskan mengenai pengertian hukum adat, kedudukan dan peran hukum adat dalam sistem hukum nasional, kedudukan hukum adat dalam perundang-undangan, hukum adat dalam putusan hakim, dan mengenai pengajaran dan penelitian hukum adat di Indonesia. Hasil seminar diatas diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan hukum adat selanjutnya mengingat kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia sangat penting dan mempunyai peranan baik dalam sistem hukum nasional di Indonesia, dalam perundang-undangan, maupun dalam putusan hakim.

2.4.2    Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan
Hukum adat sebagai kebudayaan tersebut sangat meluas dan tumbuh di Indonesia yang dipertahankan sebagai peraturan penjaga tata tertib sosial serta tata tertib hukum diantara manusia yang bergaul didalam lingkungan masyarakat agar dapat dihindarkan segala ancaman dan bahaya yang memungkinkan merusak kebudayaan tersebut. Hukum yang terdapat di lingkungan tersebut menjadi cerminan bahwa setiap masyarakat mempunyai kebudayaan masing-masing dengan corak dan sifatnya sendiri. [15]
Menurut Von Savigny bahwa hukum mengikuti jiwa semangat rakyat dari masyarakat tempat hukum itu berlaku. Sedangkan hukum adat di Indonesia senantiasa tumbuh dari suatu kebtuhan hidup yang nyata, cara hidup, dan pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku. Tidak mungkin suatu hukum yang asing bagi masyarakat itu dipaksakan apabila hukum asing itu bertentangan dengan kemauan masyarakat yang bersangkutan atau tidak memenuhi keadilan rakyat.
Di dalam suatu masyarakat terdapat realitas bahwa suatu proses perkembangan mengatur kembali yang lama serta menghasilkan pembaharuan kedepan sesuai dengan kehendak, kebutuhan, cara hidup dan pandangan hidup suatu masyarakat.[16]

2.4.3    Hukum Adat Sebagai Ilmu Pengetahuan
Menurut Purnadi  Purbacaraka (Soerjono; 2001) bahwa pengetahuan adalah suatu yang membahas tentang objek[17] terhadap fakta ilmiah , tidak semua pengetahuan merupakan suatu ilmu hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis saja yang merupakan ilmu pengetahuan.  Secara garis besar ilmu-ilmu pengetahuan menurut Purnadi  Purbacaraka meliputi:
a.       Ilmu tentang Kaidah (Normwissenscaft/Sollenwissenschaft)
b.      Ilmu yang menyoroti hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum.
c.       Ilmu tentang Pengertian
d.      Ilmu yang menyoroti tentang pengertian-pengertian pokok dalam hukum, seperti misalnya subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, serta hubungan hukum dan subjek hukum.
e.       Ilmu tentang kenyataan (tatsachenwischaft/seinwissenschaft)
Ilmu yang menyoroti tentang hukum sebagai perilaku/sikap tindak mencakup :[18]
1.      Sosiplogi hukum, cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala sosial dengan gejala sosial lainnya.
2.      Antropologi hukum, cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat yang sedang mengalami proses modernisasi.
3.      Psikologi hukum, cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia.
4.      Perbandingan hukum, cabang ilmu pengetahuan yang membanding-bandingkan sistem hukum yang berlaku didalam satu atau beberapa masyarakat.
5.      Sejarah hukum, yang mempelajari perkembangan dan asal-usul dari sistem hukum dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Peter R.Seen  bahwa dalam kajian hukum adat memerlukan suatu metode yakni berupa metode penelitian.[19] Ilmu hukum Adat dapat dikategorikan sebagai ilmu yang berdiri sendiri karena telah memenuhi syarat ilmu pengetahuan. [20]

2.4.4    Hukum Adat Sebagai Tata Hukum Nasional Indonesia
Profesor Dr.Suripto dalam “Hukum Adat dan Pancasila dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman”menyatakan sebagai berikut :
Pada tanggal 17 Agustus 1945 kita Bangsa Indonesia hidup dalam perumahan Bangsa sendiri, bebas dari segala ikatan Asing, Ikatan Politik, Ekonomi, Sosial, Kebudayaan dan Mental. Kita hidup sesuai dengan kepribadian/jiwa kita sendiri.
Lembaga Penelitian Hukum Nasional  yang diadakan dengan keputusan presiden nomor 107 tahn 1958 diberi tugas untuk melaksanakan pembinaan hukum nasional sesuai yang dikehendaki oleh MPR nomor II/MPRS/1960 (berlandaskan hukum adat) dengan tujuan mencapai tata hukum nasional sebagai berikut : [21]
a)      Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundang-undangan untuk meletakkan dasar tata hukum nasional, mengganti peraturan yang tidak sesuai dengan tata hukum nasional dan mengatur masalah yang belum diatur dalam perundang-undangan.
b)      Menyelenggarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyusun peraturan dalam keadaan perundang-undangan.


BAB III
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Berdasarkan penejelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa hukum adat adalah serangkaian kebiasaan yang tak dapat dihindarkan dalam budaya masyarakat adat terutama Indonesia. Hukum adat dapat berkembang dan menyesuaikan masyarakat setempat terutama daerah-daerah yang memegang teguh adat tersebut.
Dalam penulisanya, kami dapat memberikan sedikit ilmu tentang Bidang-bidang Hukum Adat dan Status Hukum Adat di Indonesia, maka hal yang tersebut kami kupas dengan bantuan Power Point sebagai media tambahan dalam presentasi.
Simpulanya ialah sebagai berikut:
Hukum adat merupakan peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam.
Mengenai Bidang Hukum Adat Secara umum meliputi: Hukum perkawinan Adat, Hukum Perjanjian Adat, Hukum Waris Adat, Hukum Peradilan Adat, Hukum Kekerabatan Adat, Hukum  Hutang Piutang, dan Hukum Pelanggaran Adat.
Sedangkan Status Hukum Adat yang kami rangkum meliputi: Hukum Adat Sebagai Pelestarian Nilai-Nilai Adat Istiadat, Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan, Hukum Adat Sebagai Ilmu Pengetahuan, dan Hukum Adat Sebagai Tata Hukum Nasional Indonesia.
Oleh karena itu, hukum adat sangatlah elastis atau dapat berkembang dan masuk ke ruang lingkup masyarakat dengan baik jika tidak bertentangan dengan hukum atau peratturan perundang-undangan.



[1] Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia”, (Jakarta:  Raja Wali Press, 1983), hlm. 321
[2] Wikipedia Bahasa Indonesia dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat pada (25/03/2016 pukul 10:44)
[3] Soerojo Wignjodipoero. “Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat “,  ( Jakarta; PT Toko Gunung Agung. 1995), hlm. 17
[4] Ibid., hlm. 18
[5] Dewi Wulansari, “Hukum Adat di Indonesia”,  (Bandung : PT Refika Aditama), hlm. 13
[6] I Gede A.B Wiranata, “Hukum Adat Indonesia”,  (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005),  hlm. 164
[7]  Soerjono soekanto, Hukum Adat Indonesia”, ( Jakarta.PT Raja Grafinda Persada, 2007), hlm. 188
[8] Sri Warjiyati. Memahami Hukum Adat”,  ( Fakultas Syariah IAIN Surabaya, 2006), hlm. 61
[9]   I Gede A.B Wiranata, “Hukum Adat Indonesia”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 167
[10]  Soerojo Wignjodipoero. Op, cit, hlm. 161
[11]  I Gede A.B Wiranata. Op, cit,  hlm. 167
[12]  Ibid., hlm. 167
[13]  Soerojo Wignjodipoero. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat”, ( Jakarta; PT Toko Gunung Agung), hlm. 217
[14]  I Gede A.B Wiranata. Op, cit,  hlm. 167
[15] Surojo Wignjodipuro, “Pengantar dan Asas Hukum Adat’, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1995), hlm. 75-76.
[16] Imam Soedijat, “Asas-asas Hukum Adat”, hlm.27-28.
[17] Objek ialah suatu kebiasaan masyarakat.
[28] I Gede A.B Wiranata,. Op, cit, hlm. 157
[29] Ibid.,hlm. 149
[20] Ibid.,hlm.149
[21] Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas Hukum Adat, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1995), hlm. 62-63