Pembelajaran mengenai ilmu hukum sangatlah luas, maka perlu adanya penggolongan dari setiap sekte-sekte yang ada. untuk memperdalam pembagian dari tiap-tiap pembahasan maka kami akan mengulas semua mulai dari pembagian hukum berdasarkan bentuknya, hukum menurut sifatnya dan hukum menurut fungsinya.
Dalam hal ini, hukum yang digunakan akan bersifat membangun serta membantu masyakat untuk dapat berfikir kritis tentang masalah-masalah tersebut. Maka dari itu, kami mencoba memaparkan penjelasan hukum dilihat dari aspek pembagianya.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apakah pengertian hukum itu ?
2. Bagaimana historis atau sejarah hukum
?
3. Bagaimana objek dan tujuan hukum dalam masyarkat ?
4. Apa saja unsur-unsur serta ciri-ciri hukum ?
5. Ada berapa penggolongan hukum serta pembagianya ?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Memberikan penjelasan kepada mahasiswa tentang hukum.
2. Untuk memberikan mengetahui kepada mahasiswa tentang sejarah hukum serta penjelasanya.
3. Memberikan penjelasan
serta wawasan kepada mahasiswa tentang objek dan tujuan hukum di masyarakat.
4. Untuk mengetahui kepada
mahasiswa tentang unsur-unsur serta ciri-ciri hukum.
5. Memberikan pehaman kepada
mahasiswa tentang pembagian serta golongan-golongan hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum
Ada beberapa pengertian hukum yang dikemukakan
oleh para ahli, antara lain :
a) E. M. Meyers
Hukum adalah semua aturan
yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia
dalam masyarakat dan menjadi pedoman sebagai penguasa-penguasa dalam melakukan
tugasnya.
b)
Immanuel Kant
Hukum adalah keseluruhan
syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat
menyesuaikan diri kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum
tentang kemerdekaan.
c) S. M. Amin, S,H.
Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang
terdiri atas norma dan sanksi-sanksi serta bertujuan untuk mengadakan
ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara
Kesimpulan: Hukum adalah seperangkat norma atau
kaidah yang berfungsi mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan untuk
ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat.
2.2 Historis
Hukum
Secara umum, Hukum adalah sebagai Das
Sollensein yaitu himpunan kaidah, berisi keharusan atau larangan tentang
tingkah laku manusia, kaidah-kaidah yang dianut oleh masyarakat. Pelanggaran
atau kelalaian atas kaidah-kaidah tersebut dikenakan sanksi. Hukum dapat
diibaratkan sebagi mobil, sebagaimana mobil dapat dirancang dan dibuat sesuai
ukuran-ukuran tertentu seperti merknya, bentuknya, kecepatannya, dan
seterusnya.[1]
Citra negara hukum untuk pertama kalinya
dikemukakan oleh Plato dan dipertegas oleh Aristoteles. Menurut Plato,
penyelengaraan pemerintahan yang baik ialah yang diatur oleh hukum. Menurut
Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan
konstitusi dan berkedaulatan hukum. Bagi Aristoteles yang memerintah negara
bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan
baik-buruknya suatu hukum.[2]
Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu
merupakan tatanan, merupakan suatu satuan yang utuh yang terdiri dari
bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.
Dengan perkataan lain sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama
lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan
tersebut diterapkan terhadap konsep unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum,
asas hukum dan pengertian hukum.
Di dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya
konflik, pertentangan atau kontradiksi antara bagian-bagian. Kalau sampai
terjadi konflik maka akan segera di selesaikan didalam sistem itu sendiri dan
tidak dibiarkan berlarut-larut.
Jadi, pada hakekatnya sistem, termasuk sistem
hukum merupakan suatu kesatuan hakiki dan terbagi-bagi dalam bagian-bagian,
didalam mana setiap masalah atau persoalan menemukan jawaban atau
penyelesaiannya. Jawaban itu terdapat didalam sistem itu sendiri.
Kalau dikatakan dimuka bahwa hukum itu
merupakan sistem, maka didalam hukum itu sendiri terdapat sistem (subsistem).
Didalam sistem hukum terdapat bagian-bagian yang masing-masing terdiri dari
unsur-unsur yang mempunyai hubungan khusus atau tatanan. Pembagian sistem hukum
menjadi bagian-bagian nerupakan ciri sistem hukum. Untuk dapat mengadakan
pembagian harus ada kriteriumnya. Oleh karena itu kriterium merupakan prinsip
sebagai dasar pembagian. Pembagian hukum yang lazim diadakan ialah hukum materill
hukum formil, hukum publik perdata-hukum perdata.[3]
Sistem hukum itu berkembang sesuai
perkembangan hukum. Pandangan tentang arti atau nilai bagian-bagian seperti
peraturan, pengertian dan asas-asas hukum akan mempengaruhi perkembangan
sistem. Meskipun demikian karena struktur memberi ciri khas sistem, maka sistem
dapat bertahan satu kesatuan.[4]
2.3 Objek
dan Tujuan Sejarah Hukum
Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah
umum sesuai dengan apa yang dicita-citakan, seyogyanya sejarah menyajikan dalam
bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakatan dari abad ke
abad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampai hari ini. akan
tetapi tidak terhingganya ruang-lingkup misi yang akan dijelajah ini
mengakibatkan bahwa untuk alasan-alasan praktis, maka biasanya penugasan
tersebut dibelah menjadi daerah bagian tempat tolak punggung sebagai berikut:
1.
Menurut tolok-ukur kronologis, misalnya
sejarah purbakala, abad pertengahan, dan sebagainya.
2.
Menurut tolok-ukur ilmu bumi, seperti sejarah
Belgia, Amerika Serikat, dan lain-lain.
3.
Atas dasar tematik, yakni sejarah ekonomi,
literatur, kesenian, hukum, dan lain-lain.
Tujuan Hukum Menurut Para Ahli
:
1) Prof. Subekti, S.H.
Hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
2) Prof.
MR. dr. L.J. Van Apeldoorn
Tujuan hukum
adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
3)
Prof. Mr. J. Van Kan,
Hukum
bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan
itu tidak dapat diganggu.
Secara umum tujuan hukum dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.
b. Untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.
c. Untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.
a. Untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.
b. Untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.
c. Untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.
Tujuan pokok
dari hukum adalah terciptanya ketertiban dalam masyarakat. Ketertiban
adalah tujuan pokok dari hukum. Ketertiban merupakan syarat pokok (fundamental)
bagi adanya suatu masyarakat manusia dimanapun juga.
2.4 Unsur-unsur
hukum di antaranya ialah:
·
Peraturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan
masyarakat;
·
Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi
yang berwajib;
·
Peraturan itu pada umumnya bersifat memaksa,
dan
·
Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut
adalah tegas.
Ciri-ciri hukum sebagai berikut, yaitu:
1. Peraturan mengenai tingkah laku
manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Sanksi terhadap pelanggaran
peraturan tersebut tegas
3. Berisi perintah dan atau larangan
4. Perintah dan atau larangan itu harus
dipatuhi oleh setiap orang
2.5 Beberapa
Golongan Hukum dan Pembagiannya
Beranjak dari pandangan diatas, berikut ini
beberapa penggolongan hukum dan pembagianya dilihat dari beberapa kriteria
yaitu :
A. Hukum berdasarkan sumbernya
B. Hukum berdasarkan bentuknya
C. Hukum berdasarkan isinya
D. Hukum berdasarkan tempat berlakunya
E. Hukum berdasarkan masa/waktu berlakunya
F. Hukum berdasarkan fungsinya
G. Hukum berdasarkan sifatnya
H. Hukum berdasarkan wujudnya
I. Hukum berdasarkan penerapannya
Dalam pembahasan ini, kami akan mencoba
membedah satu-persatu paparan yang telah tertulis diatas, yakni sebagi berikut:
2.5.1
PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN SUMBERNYA
Hukum
merupakan kaidah atau peraturan yang mengatur beberapa hukuman sosial. Jika
ditinjau dari sumbernya maka hukum dapat dibagi menjadi lima yaitu :
1) Hukum Undang-undang (wetten-recht), yaitu hukum yang tercantu
dalam peraturan perundang-undangan. Hukum undang-undang merupakan hukum yang
tertulis, baik hukum nasional maupun hukum internasional.
2) Hukum kebiasaan dan hukum adat (gewoonte and adat-recht),
yaitu hukum yang dijumpai dalam suatu ketentuan-ketentuan, kebiasaan, atau
adat-istiadat yang diyakini atau ditaati oleh anggota dan para penguasa
masyarakat. Hukum tersebut merupakan hukum yang tidak tertulis.
3) Hukum traktat (tractaten-reacht), yaitu hukum yang diadakan
oleh negara-negara berdasarkan suatu perjanjian. Hukum tersebut dapat dikatakan
juga hukum tertulis.
4) Hukum ilmu (wetenschaps-recht), yaitu hukum yang pada
dasarnya berupa ilmu hukum yang tedapat dalam pandangan-pandangan para ahli
hukum yang terkenal dan sangat berpengaruh.
5) Hukum yurisprudensi (yurisprudentie-recht), yaitu hukum yang
terbentuk karena keputusan hakim atau pengadilan.[5]
2.5.2
PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN BENTUKNYA
Menurut bentuknya hukum terbagi atas dua
1) Hukum tertulis (statue law, written alw, scriptum), yaitu
hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
2) Hukum tidak tertulis (unstatutery, unwritten law, nonscriptum),
yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan dan kenyataan didalam masyarakat,
dianut dan ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan.misalnya hukum kebiasaan
dan hukum adat.
Ø
Hukum tertulis terbagi lagi menjadi 2 yaitu:
Hukum yang dikodifikasikan dan hukum yang
tidak dikodifikasikan. Menurut Fockema Andreae Hukum terkodifikasi adalah
penyusunan dan penetapan perundang-undangan dalam kitab-kitab secara sistematis
dan membahas tentang hukum secara luas.[6]
Adapun beberapa bentuk hukum yang
dikodifikasikan, contohnya adalah :
Pertama, Corpus Iuris Civilis, yaitu kumpulan karya
hukum yang disusun atas perintah kaisar romawi timur, Justisinianus (482-565).
Kitab ini terdiri atas empat bagian : Instituniones (533), Digesta atau
Pandectae (533), Codices dan Novellae (534).[7]
Kedua, Code Civil yang diusahan oleh
perintah kaisar Prancis, Napoleon Bounaparte (1604).
Tiga, Kitab undang-undang hukum perdata (Burgerlijk
Wetboek) yang berlaku di indonesia mulai 1 mei 1848.
Adapun beberapa bentuk hukum yang tidak
dikodifikasikan, contohnya adalah : Undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden dan lain sebagainya.
2.5.3 PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN
ISINYA
Isi peraturan-peraturan hukum tergantungpada
hakikat dari hubungan-hubungan yang diaturnya. Pengaturan hubungan tersebut
merupakan pengaturan kepentingan-kepentingan dari yang bersangkutan. Karena
hubungan hukum tersebut adalah kepentingan-kepentingan dari yang mendapat
perlindungan maka isi dari peraturan hukum itu tergantung pada
kepentingam-kepentingan yang diatur oleh hukum tersebut.
Kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum
terdiri atas 2 macam bagian, yaitu :
1) Kepentingan umum (hukum publik), yaitu hukum yang mengatur
kepentingan secara umum. Contohnya : hukum tata negara dan hukum acara pidana.
2) Kepentingan khusus (hukum perdata), yaitu hukum yang mengatur
kepentingan pribadi. Contohnya : hukum perdata dan hukum dagang.
Perbedaan antara hukum publik dan hukum
perdata adalah[8]
:
HUKUM PUBLIK (UMUM)
|
HUKUM PERDATA (KHUSUS)
|
Mengutamakan kepentingan umum
|
Mengutamakan kepentinag individu
|
Mengatur secara umum
|
Mengatur secara khusus
|
Dipertahankan oleh negara melalui jaksa
|
Dipertahankan oleh individu
|
Tidak mengenal asas perdamaian
|
Mengenal asas perdamaian
|
Gugatan tidak dapat dicabut kembali
|
Gugatan dapat dicabut kembali
|
Sanksinya berbentuk umum
|
Sanksinya berbentuk perdata
|
Sedangkan
persamaanya sebagi berikut :
a) Keduanya merupakan norma hukum yang mengatur kehidupan manusia.
b) Keduanya mempunyai sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada yang
melanggarnya.
c) Keduanya tetap tunduk pada pengecualian apabila dalam keadaan terpaksa.
Menurut Burgelijkrecht[9],
Hukum Perdata ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan
hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepada
kepentingan perseorangan.
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata
(yang termuat dalam KUHS) dapat dibagi dalam 4 bagian, yaitu
1. Hukum Perseorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:
a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum.
b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk
bertindak sendiri melaksakan hak-haknya itu.
2. Hukum Keluarga (familierecht) yang memuat antara lain:
a. Pekawinan beserta hubungan dala hukum harta kekayaan antara suami/istri.
b. Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tua “ouderlijke
macht”).
c. Perwalian (voogdij).
d. Pengampunan (curatele).
3. Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang
hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang. Hukum Harta Kekayaan
meliputi:
a. Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang.
b. Hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya terhadap seorang atau suatu pihak
tertentu saja.
4. Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau
kekayaan seorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan
keluarga terdap harta peninggalan seseorang).
Menurut Moeljatno[10],
hukum pidana adalah bagian daripada seluruh hukum yang berlaku di suatu negara,
yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1. menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
dilarang, dengan disertai ancaman hukuman pidana bagi siapa yang melanggarnya .
2. menentukan kaan dan dalam hal apa
kepada mereka yang melanggar larangan dapat dikenakan pidana.
3. menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang melanggarnya.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah norma hukum sendiri, melainkan sudah
terletak pada norma lain dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya
norma-norma lain tersebut. Norma lain itu misalnya norma agama dan kesusilaan,
yang misalknya mentukan jangan membunuh, jangan mengambil barang milik orang
lain, jangan menghina orang lain dan sebagainya.[11]
Beberapa undang-undang yang mengatur tindak
pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain[12]:
a. UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
b. UU No. 9 tahun 1976 tentang narkoba
c. UU No. 16 tahun 2003 tentang anti-terorisme
Adapun Hukum
Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
Negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan
perseorangan (warga negara). Hukum Publik
terdiri dari :
1.
Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur
bentuk dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara
alat-alat perlengkapannya satu sama lain, dan hubungan antara Negara
(Pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian Negara.
2.
Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha
Negara atau Hukum Tata Pemerintahan), yaitu hukum yang mengatur cara-cara
menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alatalat perlengkapan
negara.
3.
Hukum Pidana ( Pidana=hukuman), yaitu hukum
yang mengatur perbuatan perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana
kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan
perkara-perkara ke muka pengadilan.
4.
Hukum Internasional, yang terdiri dari Hukum
Perdata Internasional dan Hukum Publik Internasional. Hukum Perdata
Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan-hukum antara warga
negarawarga negara sesuatu bangsa dengan warga negara-warga negara dari negara
lain dalam hubungan internasional. Hukum Publik Internasional (Hukum Antara Negara),
yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara
yang lain dalam hubungan internasional.
2.5.4
PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN TEMPAT
BERLAKUNYA
Mengenai tempat berlakunya, hukum dapat
terbagi atas :
a) Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b) Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia
internsional.
c) Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.
d) Hukum gereja, yaitu kaidah yang ditetapkan gereja untuk para anggotanya.
Mengenai tempat berlakunya hukum ini, Hans
Kelsen mengajarkan ajaran tentang kuasa kaidah yang meliputi 4 macam lingkungan
yaitu :
a. Waktu berlakunya, mulai dan terakhir (temporal sphere)
b. Daerah berlakunya (territorial sphere)
c. Terhadap siapa berlakunya (personal sphere)
d. Persoalan apa yang diaturnya (material sphere)
2.5.5
PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN WAKTU/MASA BERLAKUNYA
Hukum menurut waktu berlakunya dapat kita golongkan menjadi 3 bagian yaitu
:
1) Ius Constitum, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam
suatu daerah tertentu (hukum positif).
Misalnya : hukum pidana berdasarkan KUHP sekarang.
2) Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan
datang atau hukum yang masih di cita-citakan.
Misaalnya : hukum pidana nasional yang sampai sekarang
masih terus disusun.
3) Lex naturalis (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku disetiap tempat dan disetiap waktu
atau hukum yang berlaku dimana saja dan kapan saja.
Misalnya : hukum dagang.[13]
2.5.6
PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN FUNGSINYA
Berdasarkan kriteria ini, maka hukum tersebut
terbagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Hukum materiil, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengatur kepentingan dan hubungan antar masyarakat serta antar penguasa dan
negara. Dalam hukum materiil ini dijelaskan dan ditetapkan sikap tindakan yang
diperbolehkan, diharuskan, dilarang, akibat hukum, dan sanksi hukum bagi
pelanggarnya. Maka dalam hukum materiil ini terkesan sebagai hukum yang
berwujud perintah dan larangan. Dengan demikian hukum tersebut menimbulkan hak
dan kewajiban. Biasaya berlaku di UU No. 1 tahun 1974 “tentang perkawinan” KUH
Perdata dan KUH Pidana.
Contohnya : Barangsiapa denga sengaja atau melawan hak
membinasakan, merusakkan hingga tidak bisa dipakai lagi atau menghilangkan barang
orang lain yang sama sekali tidak diganti, maka dihukumi penjara selama-lamanya
2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak 4,5 juta rupiah (pasal 406 ayat (1) KUH
Pidana).
b. Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur cara mempertahankan atau
menjalankan peraturan hukum materiildan mengatur cara menyelesaikanya dimuka
hakim. Hukum formal juga disebut sebagai hukum proses atau hukum acara.
Biasanya berlaku di Hukum Acara Perdata (HIR/RIB), Hukum Acara Pidana (KUHAP),
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (HAPTUN).
Contohnya : Hukum acara perdata misalnya bila ada gugatan ganti kerugian dam permohonan perwalian anak dan hukum acara pidana misalnya penyelidikan, penyidikan oleh Polisi, penuntutan dan persidangan
pidana yang keduanya berfungsi
mempertahankan atau menjalankan hukum perdata materiil atau hukum pidana
materiil.
o
Hukum Acara Pidana, yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur
bagaimana cara mempelihara dan mempertahankan Hukum Perdana Material atau
peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan suatu
perkara pidana kemuka pengadilan Pidana dan bagaimana caranya hakim pidana
memberikan putusan.
o
Hukum Acara Perdata, yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur
bagaimana cara-cara mempelihara dan mempertahankan Hukum Perdana Material atau
peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara
perdata kemuka Pengadilan Perdata dan bagaimana caranya hakim perdata
memberikan putusan.[14]
2.5.7
HUKUM BERDASARKAN SIFATNYA
Dalam hukum berdasarkan sifat ini diikuti
dengan kekuatan sanksinya,
Yaitu sebagai berikut :
1) Kaidah hukum yang memaksa (compulsary law), yaitu hukum yang
dalam keadaan apapun harus ditaati dan bersifat mutlak.
Misalnya : pasal 340 KUH Pidana yang menetapkan bahwa,[15]
“Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan
terlebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan dengan
hukuman mati atau penjara selama 20 tahun atau penjara seumur hidup”.
Menurut pasal 147 KUH Perdata syarat-syarat
perkawinan, setiap perjanjian perkawinan harus dibuat dengan akta notaris
sebelum perkawinan dilangsungkan. Peraturan ini
tidak dapat dikesampingkan oleh perjanjian yang bertentangan. Apabila
syarat-syarat perkawinan tersebut tidak dapat dibuat dalam suatu akta notaris,
maka syarat-syarat itu bagi hukum tidak ada.
2) Kaidah hukum yang mengatur atau melengkapi (facultatif),
yaitu kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan jalan
membuat ketentuan khusus dalam suatu perjanjian yang mereka adakan. Artinya
apabila kedua belah pihak dapat menyelesaikan masalah mereka dengan peraturan
yang dibuatnya sendiri maka peraturan hukum yang tercantum dalam pasal yang
bersangkutan, tidak perlu dijalankan. Hukum yang bersifat mengatur hanyalah
semata-mata untuk mengatur saja dengan tanpa mengikat. Ia hanya mengikat jika
dan sepanjang pihak-pihak yang berkepentingan tidak menentukan peraturan lain
dengan perjanjian yang dibuat oleh mereka.
Misalnya : pasal 1152 KUH Perdata yang menetapkan bahwa[16],
“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bahwa diletakkan
dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si piutang atau pihak ketiga,
tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”.
Pasal 119 KUH Perdata. “Sejak saat dilangsungkannya perkawinan maka menurut
hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal
itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.” Jadi,
dalam hal ini kedua belah pihak yang mengesampingkan peraturan tersebut apabila
mereka membuat perjanjian yang lain, misalnya harta perkawinan mereka terpisah
satu sama lainnya.[17]
2.5.8
HUKUM BERDASARKAN WUJUDNYA
Berdasarkan hukum tersebut, dapat dibagi
menjadi 2 macam yaitu :
a) Hukum objektif, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan sosial
antara individu yang satu dengan individu yang lain atau antara badan hukum
satu dengan badan hukum yang lain atua antara badan hukum dengan individu, yang
mana hukum ini bermaksud untuk mengatur sikap tindak orang.
b) Hukum subjektif, yaitu peraturan hukum yang dihubungakan dengan seorang
tertentu atau lebih.
Jadi pengertian hukum objektif tidak sama dengan hukum objektif, namun
keduanya tidak bisa dipisahkan karena saling berhubungan. Artinya dalam suatu
peristiwa hukum, hubungan hukum atau perbuatan hukum hampir selalu terlihat
adanya hal-hal sebagai berikut :
Ø
Hukum objektif sebagai kaidah yang berlaku
untuk umum.
Ø
Hukum subjektif sebagai pendukung utama dalam
wujud hak dan kewajiban yang terbit bagi seorang tertentu atua lebih yang
terlibat dalam suatu peristiwa hukum, perbuatan hukum, dan hubungan hukum yang
memang telah diatur oleh hukum objektif.[18]
2.5.9
PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN PENERAPANNYA
Hukum berdasarkan penerapan tersebut terbagi
menjadi 2 bagian yaitu:
a. Hukum in abstracto ialah semua peraturan hukum yang berlaku
pada suatu negara yang belum diterapkan sesuatu kasus oleh pengadilan.
b. Hukum in concreto ialah peraturan hukum yang berlaku pada
suatu negara yang telah diterapkan oleh pengadilan terhadap suatu kasus yang
terjadi dalam masyarakat.
Hukum in abstracto berlaku umum sedangkan
hukum in concreto hanya berlaku terhadap pihak-pihak tertentu.[19]
DAFTAR PUSTAKA
1) Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
2) Subekti R. dan Tjitrosubidio R. 1982. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jakarta: Pradnya paramita
3) Soesilo R. 1981. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor: Politeia
4) Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta
5) Syahrani, Ridwan. 1999. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti
6) Triwulan, Titik Tutik. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi
Pustaka Raya
7) Duswara, Dudu Machmudin. 2001. Pengatar Ilmu Hukum. Bandung: PT Refika
Aditama
8) Andreae, Fackema. 1983. Kamus Istilah Hukum. Bandung: Bina Cipta
9) Brotodiredjoto, Soebroto R.H. 1995. Catatan Kuliah Perdana Pengantar
Ilmu Hukum. Bandung: Fakultas Hukum universitas langlangbuana
10) Arfawie, Nukhtoh Kurde. 2005. Telaah Kritis Teori Negara Hukum. Yogyakarta:
Pustaka Pelaja
11) Mertokusumo, Sudikno. 2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar.
Yogyakarta: Liberty
12) Sanusi, Achmad. 1991. Pengantar Ilmu Hukum Dan Pengantar Tata Hukum
Indonesia. Bandung: Tarsito
13) Mujahidin, Ajis. Http://kantongilmuhukum.blogspot.co.id/2015/05/perbedaan-hukum-perdata-dengan-hukum.html.
[1] Achmad Sanusi.
1991. Pengantar Ilmu Hukum Dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung: Tarsito,
h. 98
[2] Nukhtoh Arfawie
Kurde. 2005. Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, h. 14
[7] R.H. Soebroto Brotodiredjoto. 1995. Catatan
Kuliah Perdana Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Fakultas Hukum Universitas
Langlangbuana, h. 2
[9] C.S.T Kansil.
1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, h. 331
[11] Riduan Syahrani.
1999. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, h.
216-217
[14] C.S.T Kansil, Op cit, h. 74
[15] R. Soesilo.
1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor: Politeia, h. 208
[16] R. Subekti dan R. Tjitrosubidio. 1982. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, h. 171
[18] C.S.T. Kamsil. Ibid, h. 73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar