Powered By Blogger

Selasa, 03 Mei 2016

Pembagian Hukum



1.1 Latar Belakang


Pembelajaran mengenai ilmu hukum sangatlah luas, maka perlu adanya penggolongan dari setiap sekte-sekte yang ada. untuk memperdalam pembagian dari tiap-tiap pembahasan maka kami akan mengulas semua mulai dari pembagian hukum berdasarkan bentuknya, hukum menurut sifatnya dan hukum menurut fungsinya.
Dalam hal ini, hukum yang digunakan akan bersifat membangun serta membantu masyakat untuk dapat berfikir kritis tentang masalah-masalah tersebut. Maka dari itu, kami mencoba memaparkan penjelasan hukum dilihat dari aspek pembagianya.


1.2       Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian  hukum itu ?
2.      Bagaimana historis atau sejarah  hukum ?
3.      Bagaimana objek dan tujuan hukum dalam masyarkat ?
4.      Apa saja unsur-unsur serta ciri-ciri hukum ?
5.      Ada berapa penggolongan hukum serta pembagianya ?

1.3              Tujuan Penulisan

1.      Memberikan penjelasan kepada mahasiswa tentang hukum.
2.      Untuk memberikan mengetahui kepada mahasiswa tentang sejarah hukum serta penjelasanya.
3.      Memberikan penjelasan serta wawasan kepada mahasiswa tentang objek dan tujuan hukum di masyarakat.
4.      Untuk mengetahui kepada mahasiswa tentang unsur-unsur serta ciri-ciri hukum.
5.      Memberikan pehaman kepada mahasiswa tentang pembagian serta golongan-golongan hukum.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Hukum
Ada beberapa pengertian hukum yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain :
a)    E. M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman sebagai penguasa-penguasa dalam melakukan tugasnya.
b)    Immanuel Kant
Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
c)     S. M. Amin, S,H.
Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi-sanksi serta bertujuan untuk mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara
Kesimpulan: Hukum adalah seperangkat norma atau kaidah yang berfungsi mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan untuk ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat.

2.2       Historis Hukum
Secara umum, Hukum adalah sebagai Das Sollensein yaitu himpunan kaidah, berisi keharusan atau larangan tentang tingkah laku manusia, kaidah-kaidah yang dianut oleh masyarakat. Pelanggaran atau kelalaian atas kaidah-kaidah tersebut dikenakan sanksi. Hukum dapat diibaratkan sebagi mobil, sebagaimana mobil dapat dirancang dan dibuat sesuai ukuran-ukuran tertentu seperti merknya, bentuknya, kecepatannya, dan seterusnya.[1]
Citra negara hukum untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Plato dan dipertegas oleh Aristoteles. Menurut Plato, penyelengaraan pemerintahan yang baik ialah yang diatur oleh hukum. Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Bagi Aristoteles yang memerintah negara bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan baik-buruknya suatu hukum.[2]
Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu satuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Dengan perkataan lain sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari  unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap konsep unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum.
Di dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik, pertentangan atau kontradiksi antara bagian-bagian. Kalau sampai terjadi konflik maka akan segera di selesaikan didalam sistem itu sendiri dan tidak dibiarkan berlarut-larut.
Jadi, pada hakekatnya sistem, termasuk sistem hukum merupakan suatu kesatuan hakiki dan terbagi-bagi dalam bagian-bagian, didalam mana setiap masalah atau persoalan menemukan jawaban atau penyelesaiannya. Jawaban itu terdapat didalam sistem itu sendiri.
Kalau dikatakan dimuka bahwa hukum itu merupakan sistem, maka didalam hukum itu sendiri terdapat sistem (subsistem). Didalam sistem hukum terdapat bagian-bagian yang masing-masing terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai hubungan khusus atau tatanan. Pembagian sistem hukum menjadi bagian-bagian nerupakan ciri sistem hukum. Untuk dapat mengadakan pembagian harus ada kriteriumnya. Oleh karena itu kriterium merupakan prinsip sebagai dasar pembagian. Pembagian hukum yang lazim diadakan ialah hukum materill hukum formil, hukum publik perdata-hukum perdata.[3]
Sistem hukum itu berkembang sesuai perkembangan hukum. Pandangan tentang arti atau nilai bagian-bagian seperti peraturan, pengertian dan asas-asas hukum akan mempengaruhi perkembangan sistem. Meskipun demikian karena struktur memberi ciri khas sistem, maka sistem dapat bertahan satu kesatuan.[4]
2.3       Objek dan Tujuan Sejarah Hukum
Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum sesuai dengan apa yang dicita-citakan, seyogyanya sejarah menyajikan dalam bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakatan dari abad ke abad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampai hari ini. akan tetapi tidak terhingganya ruang-lingkup misi yang akan dijelajah ini mengakibatkan bahwa untuk alasan-alasan praktis, maka biasanya penugasan tersebut dibelah menjadi daerah bagian tempat tolak punggung sebagai berikut:
1.            Menurut tolok-ukur kronologis, misalnya sejarah purbakala, abad pertengahan, dan sebagainya.
2.            Menurut tolok-ukur ilmu bumi, seperti sejarah Belgia, Amerika Serikat, dan lain-lain.
3.            Atas dasar tematik, yakni sejarah ekonomi, literatur, kesenian, hukum, dan lain-lain.
Tujuan Hukum Menurut Para Ahli  :
1)      Prof. Subekti, S.H.
Hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
2)      Prof. MR. dr. L.J. Van Apeldoorn 
Tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
3)      Prof. Mr. J. Van Kan
Hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Secara umum tujuan hukum dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.
b. Untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.
c. Untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.
Tujuan pokok dari hukum adalah terciptanya ketertiban dalam masyarakat. Ketertiban adalah tujuan pokok dari hukum. Ketertiban merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia dimanapun juga.
2.4       Unsur-unsur hukum di antaranya ialah:
·         Peraturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan masyarakat;
·         Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
·         Peraturan itu pada umumnya bersifat memaksa, dan
·         Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Ciri-ciri hukum sebagai berikut, yaitu:
1.      Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2.      Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut tegas
3.      Berisi perintah dan atau larangan
4.      Perintah dan atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap orang

2.5       Beberapa Golongan Hukum dan Pembagiannya
Beranjak dari pandangan diatas, berikut ini beberapa penggolongan hukum dan pembagianya dilihat dari beberapa kriteria yaitu :
A.    Hukum berdasarkan sumbernya
B.     Hukum berdasarkan bentuknya
C.     Hukum berdasarkan isinya
D.    Hukum berdasarkan tempat berlakunya
E.     Hukum berdasarkan masa/waktu berlakunya
F.      Hukum berdasarkan fungsinya
G.    Hukum berdasarkan sifatnya
H.    Hukum berdasarkan wujudnya
I.       Hukum berdasarkan penerapannya
Dalam pembahasan ini, kami akan mencoba membedah satu-persatu paparan yang telah tertulis diatas, yakni sebagi berikut:
2.5.1        PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN SUMBERNYA
            Hukum merupakan kaidah atau peraturan yang mengatur beberapa hukuman sosial. Jika ditinjau dari sumbernya maka hukum dapat dibagi menjadi lima yaitu :
1)      Hukum Undang-undang (wetten-recht), yaitu hukum yang tercantu dalam peraturan perundang-undangan. Hukum undang-undang merupakan hukum yang tertulis, baik hukum nasional maupun hukum internasional.
2)      Hukum kebiasaan dan hukum adat (gewoonte and adat-recht), yaitu hukum yang dijumpai dalam suatu ketentuan-ketentuan, kebiasaan, atau adat-istiadat yang diyakini atau ditaati oleh anggota dan para penguasa masyarakat. Hukum tersebut merupakan hukum yang tidak tertulis.
3)      Hukum traktat (tractaten-reacht), yaitu hukum yang diadakan oleh negara-negara berdasarkan suatu perjanjian. Hukum tersebut dapat dikatakan juga hukum tertulis.
4)      Hukum ilmu (wetenschaps-recht), yaitu hukum yang pada dasarnya berupa ilmu hukum yang tedapat dalam pandangan-pandangan para ahli hukum yang terkenal dan sangat berpengaruh.
5)      Hukum yurisprudensi (yurisprudentie-recht), yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim atau pengadilan.[5]

2.5.2        PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN BENTUKNYA
Menurut bentuknya hukum terbagi atas dua
1)      Hukum tertulis (statue law, written alw, scriptum), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
2)      Hukum tidak tertulis (unstatutery, unwritten law, nonscriptum), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan dan kenyataan didalam masyarakat, dianut dan ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan.misalnya hukum kebiasaan dan hukum adat.
Ø  Hukum tertulis terbagi lagi menjadi 2 yaitu:
Hukum yang dikodifikasikan dan hukum yang tidak dikodifikasikan. Menurut Fockema Andreae Hukum terkodifikasi adalah penyusunan dan penetapan perundang-undangan dalam kitab-kitab secara sistematis dan membahas tentang hukum secara luas.[6]
Adapun beberapa bentuk hukum yang dikodifikasikan, contohnya adalah :
Pertama, Corpus Iuris Civilis, yaitu kumpulan karya hukum yang disusun atas perintah kaisar romawi timur, Justisinianus (482-565). Kitab ini terdiri atas empat bagian : Instituniones (533), Digesta atau Pandectae (533), Codices dan Novellae (534).[7]
Kedua,   Code Civil yang diusahan oleh perintah kaisar Prancis, Napoleon Bounaparte (1604).
Tiga,      Kitab undang-undang hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) yang berlaku di indonesia mulai 1 mei 1848.
Adapun beberapa bentuk hukum yang tidak dikodifikasikan, contohnya adalah : Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden dan lain sebagainya.
2.5.3    PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN ISINYA
Isi peraturan-peraturan hukum tergantungpada hakikat dari hubungan-hubungan yang diaturnya. Pengaturan hubungan tersebut merupakan pengaturan kepentingan-kepentingan dari yang bersangkutan. Karena hubungan hukum tersebut adalah kepentingan-kepentingan dari yang mendapat perlindungan maka isi dari peraturan hukum itu tergantung pada kepentingam-kepentingan yang diatur oleh hukum tersebut.
Kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum terdiri atas 2 macam bagian, yaitu :
1)      Kepentingan umum (hukum publik), yaitu hukum yang mengatur kepentingan secara umum. Contohnya : hukum tata negara dan hukum acara pidana.
2)      Kepentingan khusus (hukum perdata), yaitu hukum yang mengatur kepentingan pribadi. Contohnya : hukum perdata dan hukum dagang.
Perbedaan antara hukum publik dan hukum perdata adalah[8] :
HUKUM PUBLIK (UMUM)
HUKUM PERDATA (KHUSUS)
Mengutamakan kepentingan umum
Mengutamakan kepentinag individu
Mengatur secara umum
Mengatur secara khusus
Dipertahankan oleh negara melalui jaksa
Dipertahankan oleh individu
Tidak mengenal asas perdamaian
Mengenal asas perdamaian
Gugatan tidak dapat dicabut kembali
Gugatan dapat dicabut kembali
Sanksinya berbentuk umum
Sanksinya berbentuk perdata
            Sedangkan persamaanya sebagi berikut :
a)      Keduanya merupakan norma hukum yang mengatur kehidupan manusia.
b)      Keduanya mempunyai sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada yang melanggarnya.
c)      Keduanya tetap tunduk pada pengecualian apabila dalam keadaan terpaksa.
Menurut Burgelijkrecht[9], Hukum Perdata ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam KUHS) dapat dibagi dalam 4 bagian, yaitu
1.      Hukum Perseorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:
a.       Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum.
b.      Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksakan hak-haknya itu.
2.      Hukum Keluarga (familierecht) yang memuat antara lain:
a.       Pekawinan beserta hubungan dala hukum harta kekayaan antara suami/istri.
b.      Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tua “ouderlijke macht”).
c.       Perwalian (voogdij).
d.      Pengampunan (curatele).
3.      Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang. Hukum Harta Kekayaan meliputi:
a.       Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang.
b.      Hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
4.      Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau kekayaan seorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terdap harta peninggalan seseorang).
Menurut Moeljatno[10], hukum pidana adalah bagian daripada seluruh hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1. menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dengan disertai ancaman hukuman pidana bagi siapa yang melanggarnya .
2.  menentukan kaan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan dapat dikenakan pidana.
3. menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang melanggarnya.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut. Norma lain itu misalnya norma agama dan kesusilaan, yang misalknya mentukan jangan membunuh, jangan mengambil barang milik orang lain, jangan menghina orang lain dan sebagainya.[11]
Beberapa undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain[12]:
a.       UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
b.      UU No. 9 tahun 1976 tentang narkoba
c.       UU No. 16 tahun 2003 tentang anti-terorisme
Adapun Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warga  negara). Hukum Publik terdiri dari :
1.      Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapannya satu sama lain, dan hubungan antara Negara (Pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian Negara.
2.      Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintahan), yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alatalat perlengkapan negara.
3.      Hukum Pidana ( Pidana=hukuman), yaitu hukum yang mengatur perbuatan perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan.
4.      Hukum Internasional, yang terdiri dari Hukum Perdata Internasional dan Hukum Publik Internasional. Hukum Perdata Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan-hukum antara warga negarawarga negara sesuatu bangsa dengan warga negara-warga negara dari negara lain dalam hubungan internasional. Hukum Publik Internasional (Hukum Antara Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan internasional.
2.5.4        PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN TEMPAT BERLAKUNYA
Mengenai tempat berlakunya, hukum dapat terbagi atas :
a)      Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b)      Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internsional.
c)      Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.
d)     Hukum gereja, yaitu kaidah yang ditetapkan gereja untuk para anggotanya.
Mengenai tempat berlakunya hukum ini, Hans Kelsen mengajarkan ajaran tentang kuasa kaidah yang meliputi 4 macam lingkungan yaitu :
a.       Waktu berlakunya, mulai dan terakhir (temporal sphere)
b.      Daerah berlakunya (territorial sphere)
c.       Terhadap siapa berlakunya (personal sphere)
d.      Persoalan apa yang diaturnya (material sphere)

2.5.5        PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN WAKTU/MASA BERLAKUNYA
Hukum menurut waktu berlakunya dapat kita golongkan menjadi 3 bagian yaitu :
1)      Ius Constitum, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu (hukum positif).
Misalnya : hukum pidana berdasarkan KUHP sekarang.
2)      Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang atau hukum yang masih di cita-citakan.
Misaalnya : hukum pidana nasional yang sampai sekarang masih terus disusun.
3)      Lex naturalis (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku disetiap tempat dan disetiap waktu atau hukum yang berlaku dimana saja dan kapan saja.
Misalnya : hukum dagang.[13]

2.5.6        PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN FUNGSINYA
Berdasarkan kriteria ini, maka hukum tersebut terbagi menjadi 2 macam yaitu :
a.       Hukum materiil, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan antar masyarakat serta antar penguasa dan negara. Dalam hukum materiil ini dijelaskan dan ditetapkan sikap tindakan yang diperbolehkan, diharuskan, dilarang, akibat hukum, dan sanksi hukum bagi pelanggarnya. Maka dalam hukum materiil ini terkesan sebagai hukum yang berwujud perintah dan larangan. Dengan demikian hukum tersebut menimbulkan hak dan kewajiban. Biasaya berlaku di UU No. 1 tahun 1974 “tentang perkawinan” KUH Perdata dan KUH Pidana.
Contohnya : Barangsiapa denga sengaja atau melawan hak membinasakan, merusakkan hingga tidak bisa dipakai lagi atau menghilangkan barang orang lain yang sama sekali tidak diganti, maka dihukumi penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak 4,5 juta rupiah (pasal 406 ayat (1) KUH Pidana).
b.      Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur cara mempertahankan atau menjalankan peraturan hukum materiildan mengatur cara menyelesaikanya dimuka hakim. Hukum formal juga disebut sebagai hukum proses atau hukum acara. Biasanya berlaku di Hukum Acara Perdata (HIR/RIB), Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (HAPTUN).
Contohnya : Hukum acara perdata misalnya bila ada gugatan ganti kerugian dam permohonan perwalian anak dan hukum acara pidana misalnya penyelidikan, penyidikan oleh Polisi, penuntutan dan persidangan pidana yang keduanya berfungsi mempertahankan atau menjalankan hukum perdata materiil atau hukum pidana materiil.
o   Hukum Acara Pidana, yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mempelihara dan mempertahankan Hukum Perdana Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan suatu perkara pidana kemuka pengadilan Pidana dan bagaimana caranya hakim pidana memberikan putusan.
o   Hukum Acara Perdata, yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara-cara mempelihara dan mempertahankan Hukum Perdana Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara perdata kemuka Pengadilan Perdata dan bagaimana caranya hakim perdata memberikan putusan.[14]

2.5.7        HUKUM BERDASARKAN SIFATNYA
Dalam hukum berdasarkan sifat ini diikuti dengan kekuatan sanksinya,
Yaitu sebagai berikut :
1)      Kaidah hukum yang memaksa (compulsary law), yaitu hukum yang dalam keadaan apapun harus ditaati dan bersifat mutlak.
Misalnya : pasal 340 KUH Pidana yang menetapkan bahwa,[15]
“Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan dengan hukuman mati atau penjara selama 20 tahun atau penjara seumur hidup”.
Menurut pasal 147 KUH Perdata syarat-syarat perkawinan, setiap perjanjian perkawinan harus dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan dilangsungkan. Peraturan ini  tidak dapat dikesampingkan oleh perjanjian yang bertentangan. Apabila syarat-syarat perkawinan tersebut tidak dapat dibuat dalam suatu akta notaris, maka syarat-syarat itu bagi hukum tidak ada.
2)      Kaidah hukum yang mengatur atau melengkapi (facultatif), yaitu kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan jalan membuat ketentuan khusus dalam suatu perjanjian yang mereka adakan. Artinya apabila kedua belah pihak dapat menyelesaikan masalah mereka dengan peraturan yang dibuatnya sendiri maka peraturan hukum yang tercantum dalam pasal yang bersangkutan, tidak perlu dijalankan. Hukum yang bersifat mengatur hanyalah semata-mata untuk mengatur saja dengan tanpa mengikat. Ia hanya mengikat jika dan sepanjang pihak-pihak yang berkepentingan tidak menentukan peraturan lain dengan perjanjian yang dibuat oleh mereka.

Misalnya : pasal 1152 KUH Perdata yang menetapkan bahwa[16],
“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bahwa diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si piutang atau pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”.
Pasal 119 KUH Perdata. “Sejak saat dilangsungkannya perkawinan maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.” Jadi, dalam hal ini kedua belah pihak yang mengesampingkan peraturan tersebut apabila mereka membuat perjanjian yang lain, misalnya harta perkawinan mereka terpisah satu sama lainnya.[17]

2.5.8        HUKUM BERDASARKAN WUJUDNYA
Berdasarkan hukum tersebut, dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a)      Hukum objektif, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan sosial antara individu yang satu dengan individu yang lain atau antara badan hukum satu dengan badan hukum yang lain atua antara badan hukum dengan individu, yang mana hukum ini bermaksud untuk mengatur sikap tindak orang.
b)      Hukum subjektif, yaitu peraturan hukum yang dihubungakan dengan seorang tertentu atau lebih.
Jadi pengertian hukum objektif tidak sama dengan hukum objektif, namun keduanya tidak bisa dipisahkan karena saling berhubungan. Artinya dalam suatu peristiwa hukum, hubungan hukum atau perbuatan hukum hampir selalu terlihat adanya hal-hal sebagai berikut :
Ø  Hukum objektif sebagai kaidah yang berlaku untuk umum.
Ø  Hukum subjektif sebagai pendukung utama dalam wujud hak dan kewajiban yang terbit bagi seorang tertentu atua lebih yang terlibat dalam suatu peristiwa hukum, perbuatan hukum, dan hubungan hukum yang memang telah diatur oleh hukum objektif.[18]

2.5.9        PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN PENERAPANNYA
Hukum berdasarkan penerapan tersebut terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
a.       Hukum in abstracto ialah semua peraturan hukum yang berlaku pada suatu negara yang belum diterapkan sesuatu kasus oleh pengadilan.
b.      Hukum in concreto ialah peraturan hukum yang berlaku pada suatu negara yang telah diterapkan oleh pengadilan terhadap suatu kasus yang terjadi dalam masyarakat.
Hukum in abstracto berlaku umum sedangkan hukum in concreto hanya berlaku terhadap pihak-pihak tertentu.[19]

DAFTAR PUSTAKA

1)      Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
2)      Subekti R. dan Tjitrosubidio R. 1982. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya paramita
3)      Soesilo R.  1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor: Politeia
4)      Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta
5)      Syahrani, Ridwan. 1999. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
6)      Triwulan, Titik Tutik. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya
7)      Duswara, Dudu Machmudin. 2001. Pengatar Ilmu Hukum. Bandung: PT Refika Aditama
8)      Andreae, Fackema. 1983. Kamus Istilah Hukum. Bandung: Bina Cipta
9)      Brotodiredjoto, Soebroto R.H. 1995. Catatan Kuliah Perdana Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Fakultas Hukum universitas langlangbuana
10)  Arfawie, Nukhtoh Kurde. 2005. Telaah Kritis Teori Negara Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelaja
11)  Mertokusumo, Sudikno. 2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty
12)  Sanusi, Achmad. 1991. Pengantar Ilmu Hukum Dan Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung: Tarsito




[1]    Achmad Sanusi. 1991. Pengantar Ilmu Hukum Dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung: Tarsito, h. 98
[2]    Nukhtoh Arfawie Kurde. 2005. Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, h. 14
[3]    Sudikno mertokusumo. 2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, h. 122-125
[4]    Algra, N.E, 1975. Rechstsaanvang, h. 118. Komen Op cit, h. 51
[5]    Chainur Arrasjid. 2008. Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, h. 96
[6]    Fockema Andreae. 1983. Kamus istilah hukum, bandung: bina cipta, h. 71
[7]    R.H. Soebroto Brotodiredjoto. 1995. Catatan Kuliah Perdana Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana, h. 2
[8]    Dudu Duswara Machmudin. 2001. Pengatar Ilmu Hukum, Bandung: PT. Refika Aditama, h. 61
[9]    C.S.T Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, h. 331
[10]    Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka cipta, h. 216-217
[11]    Riduan Syahrani. 1999. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, h. 216-217
[12]    Titik Triwulan Tutik. 2006. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, h. 217
[13]    Chainur Arrasjid. Op cit, h. 111
[14]    C.S.T Kansil, Op cit, h. 74
[15]    R. Soesilo.  1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor: Politeia, h. 208
[16]    R. Subekti dan R. Tjitrosubidio. 1982. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, h. 171
[17]   Chainur Arrasjid. Op cit,  h. 109
[18]    C.S.T. Kamsil. Ibid, h. 73
[19]    Titik Triwulan Tutik. Op cit, h. 201

Tidak ada komentar:

Posting Komentar