Powered By Blogger

Rabu, 27 April 2016

Hukum Benda Perdata




PENJELASAN TENTANG HUKUM BENDA
BESERTA MACAM-MACAMNYA
 HUKUM PERDATA


Dosen Pengampu:
Damanhuri, SH, M.Hum.
 
Penyusun:
Faizatul Lailiyah
Salma Nur Saidah
Moh Durrul Ainun Nafis
Izzat Rodiyansyah
Akbar Ahmed Fadel
 

DAFTAR ISI

Judul Cover   ..................................................................................................................      
Daftar Isi        ..................................................................................................................      
BAB I : PENDAHULUAN
1.1          Latar Belakang            ..............................................................................      
BAB II : PEMBAHASAN
2.1     Istilah dan Definisi Hukum Benda     ..........................................................      
2.2     Dasar Hukum Benda   ..............................................................................      
2.3      Klasiffikasi Benda      ................................................................................      
2.3.1 Benda tak bergerak    ..................................................................      
2.3.2 Benda bergerak          ..................................................................      
2.3.3   Benda yang musnah  ....................................................................      
2.3.4   Benda yang tetap ada           ........................................................      
2.3.5   Benda yang dapat dibagi      .........................................................      
2.3.6   Benda yang tak dapat dibagi            .............................................      
2.3.7   Benda yang diperdagangkan            ..............................................      
2.3.8 Benda yang tak diperdagangkan       .............................................      
2.4         Asas-asas Hukum Benda        ....................................................................      
2.4.1  Hukum memaksa (Dwingendrecht)   ...........................................      
2.4.2  Dapat dipindahkan    ....................................................................      
2.4.3  Tak dapat dipisahkan            ........................................................      
2.4.4  Individualitas            ....................................................................      
2.4.5  Totalitas         ..............................................................................      
2.4.6  Prioritas         ..............................................................................      
2.4.7  Percampuran (Virminging)    ......................................................     
2.4.8  Perlakuan atas jenis benda yang berbeda      ................................      
2.4.9  Publisitas       ..............................................................................      
2.4.10 Perjanjian kebendaan           ......................................................      
2.5         Hak kebendaan dan Macam-macamnya         ............................................      
2.6     Cara Memperoleh Hak Kebendaan     ......................................................      
2.6.2   Dengan pengakuan    ..................................................................      
2.6.2  Dengan penemuan     ..................................................................      
2.6.3   Dengan penyerahan   ..................................................................     
2.6.4   Dengan cara daluarsa            ......................................................     
2.6.5   Dengan pewarisan     .................................................................    
2.6.6     Dengan cara penciptaan        .......................................................   
2.6.7     Dengan cara ikutan/turunan  ........................................................   
BAB III :PENUTUP
3.1     Kesimpulan     .........................................................................................     
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Hukum perdata adalah peraturan-peraturan hukum mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain, yang menitikberatkan kepentingan perorangan dan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada orang yang berkepentingan itu sendiri. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPerdata) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPerdata) terdiri dari empat bagian. Namun pemakalah akan menjelaskan yang menjadi pokok pembahasan di dalamnya yaitu tentang hukum kebendaan yang terdapat pada Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Oleh karenya, hukum benda yang akan kami bahas merupakan hal penting untuk mengetahui takaran dalam mrnrntukan hak dan kewajiban dalam aturan keperdataan.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Istilah dan Definisi Hukum Benda
Sebelum kita mencari tau pengertian hukum benda, ada baiknya kita tau dulu apa pengertian dari benda itu sendiri. Berikut beberapa pengertian benda menurut KUHPerdata dan para ahli. Pengertian benda menurut pasal 499 KUHPerdata adalah “Menurut pemahaman undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.”.[1]
Istilah benda berasal dari istilah (zaak) Belanda yang diartikan segala sesuatu yang bisa menjadi objek hukum,[2] namun berdasarkan ketentuan pasal 499 KUPerdata BW adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik. Oleh karena itu, yang dimaksud benda menurut UU hanyalah segala sesatu yang dapat dimiliki orang. Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang. Artinya benda (zaak), tidak hanya barang (goed), melainkan juga meliputi hak (recht).[3] Dalam kamus hukum, hukum benda yaitu “keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subjek hukum dengan benda dan hak kebendaan”.[4]
Setelah kita tau apa itu benda maka sekarang kita cari tau apa itu hukum benda. Sedangkan secara sederhana P.N.H. Simanjuntak memeberikan pengertian hukum benda sebagai “peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai hak-hak kebendaan yang sifatnya mutlak”. Demikian pula sebelumnya dikemukakan Prof. Soediman Kartohadiprojo, bahwa hukum kebendaan ialah “semua kaidah hukum yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak-hak atas benda”. Hal yang sama dikemukakan pula oleh Prof. L.J. Apeldoorn, yaitu: “hukum kebendaan adalah peraturan mengenai hak-hak kebendaan”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum benda atau hukum kebendaaan adalah serangkaian ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum secara  langsung antara seseorang dengan benda, yang melahirkan berbagai hak kebendaan. Hak kebendaan memberikan kekuatan langsung kepada seseorang dalam penguasaan dan kepemilikan atas sesuatu benda dimanapun bendanya berada. Dengan kata lain hukum benda atau hukum kebendaan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai kebendaan atau yang berkaitan dengan benda. Kebendaan disini adalah segala sesuatu menyangkut tentang pengertian benda, pembedaan benda, hak-hak kebendaan serta hal lainnya yang menyangkut tentang benda dan hak-hak kebendaan.

2.2              Dasar Hukum Benda
Pada masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam:
a)      Undang Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya.
b)      Undang Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan .
c)      Undang Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik .
d)     Undang Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak atas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband.[5]

2.3       Klasifikasi Benda[6]
2.3.1    Benda Tak Bergerak
Berdasarkan pasal 506, 507, 508 KUHPerdata BW ada tiga golongan benda tak bergerak, yaitu:
1.      Benda yang menurut sifatnya tak bergerak digolongkan menjadi 3 macam: a) tanah  b) segala sesuatu yang menayatu dengan tanah, misalnya tumbuhan, buah-buahan  c) segala sesuatu yang berdiri di atas tanah, misalnya bangunan rumah.
2.      Benda yang menurut tujuan pemakainya supaya bersatu dengan benda tak bergerak, misalnya perkebunan menggunakan pupuk, pabrik menggunakan mesin.
3.      Benda yang menurut penetapan UU, misalnya hak tentang penagihan mengenai suatu benda {hak tanggungan, hak sewa}
2.3.2    Benda Bergerak
Berdasarkan pasal 509, 510, 511 KUHPerdata BW ada dua golongan benda bergerak, yaitu:
1.    Benda yang menurut sifatnya bergerak dalam arti benda tersebut dapat dipindahkan, misalnya kursi, meja, lemari.
2.    Benda yang menurut penetapan UU, misalnya hak memetik hasil dan memakai, hak atas bunga yang dibayar.
2.3.3        Benda yang Musnah
Ialah benda yang dalam pemakaianya akan musnah kemudian mendatangkan manfaat di akhir,  misalnya makanan, minuman, setelah itu manfaatnya kenyang.
2.3.4        Benda yang Tetap Ada
Ialah benda yang dalam pemakaianya tidak akan musnah, misalnya cangkir, panci.
2.3.5        Benda yang dapat Dibagi
Ialah benda yang apabila dibagi wujudnya aslinya tidak hilang atau hakikatnya masih tetap, misalnya tepung, gula.
2.3.6        Tak dapat Dibagi
Ialah benda yang apabila dibagi wujudnya aslinya hilang atau hakikatnya hilang pula, misalnya sapi, kuda, uang.
2.3.7        Benda yang Diperdagangkan
Ialah semua benda yang bisa menjadi objek suatu perjanjian dilapangan harta kekayaan dan biasanya untuk pribadi, misalnya sepatu, motor.
2.3.8        Benda yang tak Diperdagangkan
Ialah semua benda yang tidak bisa menjadi objek suatu perjanjian dilapangan harta kekayaan dan biasanya untuk umum, misalnya hutan, kebun binatang.

2.4       Asas-Asas Hukum Benda[7]
2.4.1    Hukum Memaksa (Dwingendrecht)
Aturan yang berlaku menurut UU wajib dipatuhi oleh semua kalangan masyarakat.
2.4.2    Dapat dipindahkan
Semua hak kebendaan dapat dipindahkan. Akan tetapi hak kebendaan tidak da[pat dipindahkan jika tujuannya bertentangan dengan kesusilaan (pasal 1337 KUHPerdata).
2.4.3    Tak dapat dipisahkan
Seseorang yang berhak atas benda tersebut tak dapat memindahkan sebagian wewenangnya termasuk suatu hak kebendaan, misalnya hak pemilik meja, maka meja tersebut tidak dapat dimiliki separuh atas orang lain.
2.4.4    Individualitas
Hak kebendaan selalu benda yang dapat ditentukan secara individu, artinya berwujud dan merupakan satu kesatuan bukan benda yang ditentukan menurut jenis jumlahnya, misalnya memiliki rumah, hewan,dll.
2.4.5    Totalitas
Hak kebendaan atas keseluruhan objeknya (pasal 500, 588, 606 KUHPerdata). Seseorang memiliki sebuah rumah, maka otomatis dia adalah pemilik jendela, pintu, kunci, gerbang, dan benda – benda lainnya. Tak Dapat Dipisahkan
Seorang pemilik tidak dapat memindah
tangankan sebagian dari wewenang yang ada padanya atas suatu hak kebendaan seperti memindahkan sebagian penguasaan atas sebuah rumah kepada orang lain. Penguasaan atas rumah harus utuh, karena itu pemindahannya juga harus utuh.
2.4.6    Prioritas
Seseorang tidak dapat memindahkan haknya kepada orang lain lebih besar pada hak yang ada pada dirinya. Asas prioritas ini sifatnya tidak tegas karena hak yang lebih dahulu terjadinya dimenangkan daripada hak yang terjadi dikemdian. Misalnya ada pohon yang berbuah, jika ada orang yang menginginkan buah itu maka harus menunggu pohonnya berbuah baru kemudian bisa diambil.
2.4.7    Percampuran (Virminging)
Jika hak membebai dan yang dibebani berkumpul dalam satu tangan maka hak yang membebani akan lenyap (pasal 706, 718, 736, 724, 807 KUHPerdata) misalnya jika ada orang mempunyi hak memungut hasil atas tanah kemudian membeli tanah itu, maka hak memungut hasil itu akan lenyap.
2.4.8    Perlakuan atas jenis benda yang berbeda
Cara memperlakukan benda yang bergerak berbeda dengan benda yang tidak bergerak.
2.4.9    Publisitas
Mengenai benda yang tidak bergerak maka penyerahanya harus melalui pendaftaran di dalam register umum atau diumumkan melalui media. Sedangkan benda yang bergerak cukup dengan menyerahkan nyata.
2.4.10  Perjanjian Kebendaan
Perjanjian kebendaan, perjanjian yang mengakibatkan berpindahnya hak kebendaan. Perjanjian disini bersifat obligatoir, artinya apabila perjanjian selesai belum menimbulkan kewajiban dan hak antara para pihak sebab masih harus dilakukan penyerahan bendanya terlebih dahulu.[8]

2.5       Hak kebendaan dan Macam-macamnya
Dalam KUHPerdata III pasal 1233-18690 tentang perikatan, meletakkan dasar peraturan-peraturan yang mengatur hubungan hukum antara seseorang denga seseorang lainya (badan hukum). Hubungan ini menimbulkan hak perorangan yang bersifat relatif. Maka perbedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan dibidang perdata berhubungan erat dengan maslah penggugatan di pengadilan, dimana gugatan harus didasarkan secara benar.
Dalam hak kebendaan dikenal berlakunya asas perlindungan sebagaimana yang diberikan oleh pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata yaitu bahwa seseorang yang secara jujur menguasai benda-benda maka dilindungi, sedangkan dalam hak perseorangan tidak dikenal asas perlindungan jika ia melanggar atau bertentangan dengan Undang-undang.[9]
Dalam hukum perdata dan UU membagi hak keperdataan menjadi dua bagian, yaitu hak mutlak dan hak nisbi.[10]
A.    Hak Mutlak
Ialah suatu hak yang berlaku dan harus dihormati oleh setiap orang dan yang termasuk didalamnya adalah sebagai berikut:
1)      Hak kepribadian, mislanya hak atas namanya, hak hidup, hak kemerdekaan, dll.
2)      Hak yang terletak dalam hukum keluarga, misalnya hak diantara suami-istri.
3)      Hak mutlak atas suatu benda/kebendaan yaitu suatu hak yang diberikan kepada seorang yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
B.     Hak Nisbi
Ialah hak yang hanya dipertahankan terhadap orang tertentu saja. Hak ini timbul karena adanya hubungan perjanjian, UU, dll.
Adapun macam-macam hak kebendaan menurut KUHPerdata secara garis besar dapat dibagi menjadi 3, yakni antara lain sebagai berikut :
1.      Hak Milik[11]
2.      Bezit[12]
3.      Hak-Hak Kebendaan di atas kebendaan milik orang lain. (recht op een anders zaak/Jura in re aliena/right over another property).[13]

---Keterangan---
1)      Hak milik
Suatu kebendaan merupakan hak yang paling kuat atau paling penuh diantara hak-hak yang lainnya. Hak milik yang bersifat penuh tersebut diakui oleh hukum karena dianggap merupakan bagian dari hak asasi manusia.[14] Hak milik pada zaman kolonial Belanda disebut sebagai Eigendom.
Menurut ketentuan Pasal 570 KUHPerdata menyebutkan “hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan peraturan per undang-undangan”.
Dari ketentuan Pasal 570 KUHPerdata tersebut dapatlah dilihat bahwa suatu hak milik walaupun bersifat terkuat atau terpenuh tetapi tetap bersifat terbatas yakni dibatasi oleh undang-undang, peraturan umum, dan tidak menggangu hak-hak orang lain, selain dibatasi oleh ketiga hal tersebut , hak milik juga dapat dicabut untuk kepentingan umum. Hak kebendaan merupakan hak yang paling lengkap dan paling kuat karena disebabkan oleh 2 unsur yaitu:
Hak milik adalah hak atas benda sendiri (recht op eigen zaak) yakni benda itu merupakan kepunyaan dari yang berhak. Hak-hak kebendaan lain hanya menjadi hak-hak atas kebendaan orang lain/subjek hukum lain (recht op een anders zaak). 
Dalam buku II BW hak kebendaan dibagi menjadi 2 macam yaitu:
a)      Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan.
Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht) mengenai tanah yang diatur dalam BW, dengan berlakunya UUPA (Undang-undang No. 5 Tahun 1960) tanggal 24 september 1960, dinyatakan tidak berlaku lagi. Hak kebendaan yang memberi kenikmatan, terbagi kembali atas:
Ø  Hak kebendaan yang memberi kenikmatan atas benda sendiri.
Contoh: Hak Eigendom[15] dan hak Bezit[16]
Ø  Hak kebendaan yang memberi kenikmatan atas barang milik orang lain.
Contoh: Hak pakai, Hak mendiami, Hak memungut hasil.
2.      Bezit 
Pengertian tentang bezit di dalam KUHPerdata dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 529 KUHPerdata yang mana Pasal 529 KUHPerdata tersebut menyebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan bezit adalah kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantaraan orang lain, seakan-akan barang itu miliknya sendiri”. Sedangkan menurut Prof Subekti yang dimaksud dengan bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa. Pihak yang menjalankan bezit adalah subjek hukum yang pada kenyataannya mempunyai hak kuasa, jadi merupakan kekuatan nyata atas suatu benda sehingga benda itu kepunyaannya sunguh-sunguh.[17] Unsur adanya bezit yaitu: Unsur keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus); dan unsur kemauan orang yang menguasai benda tersebut untuk memilikinya (animus).
Sedangkan di dalam sistem hukum common law hak yang serupa dengan bezit adalah apa yang disebut sebagai Chattel. Chattel sendiri di dalam sistem hukum common law dibagi menjadi 2 yakni chattel real dan chattel personal.[18] Chattels Real adalah kepentingan yang kurang penuh bila dibandingkan dengan hak milik atas benda tidak bergerak yang diduduki atau dikuasai dan menyangkut tentang benda-benda bergerak. Sedangkan yang dimaksud dengan Chattels Personal adalah suatu kepentingan atas suatu benda bergerak yang mungkin dibawa oleh si pemilik, dan yang menemaninya dalam hukum kemanapun si pemilik pergi. Dari pemahaman tersebut dapatlah dipahami bahwa yang dimaksud dengan bezit dan chattels merupakan hak yang dapat berupa hak atas benda bergerak ataupun hak atas benda tidak bergerak.
Menurut ketentuan Pasal 584 KUHPerdata menyebutkan bahwa “ hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukkan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu”. Dari ketentuan Pasal 584 KUHPerdata tersebut maka dapatlah dilihat bahwa hak milik atas suatu kebendaan tertentu hanya dapat didapatkan melalui 5 cara yakni antara lain sebagai berikut :
1.   Pengambilan
2.   Perlekatan (netrekking) , yaitu jika suatu benda bertambah besar atau berlipat karena perbuatan alam, (contoh : tanah bertambah besar sebagai akibat gempa bumi, kuda beranak , pohon berbuah, dll) 
3.   Lewat Waktu (verjaring
4.   Pewarisan baik karena undang-undang maupun surat wasiat. 
5.   Penyerahan (“overdracht” atau “levering”) berdasarkan suatu titel pemindahan hak yang berasal dari seorang yang berhak memindahkan eigendom.

Cara memperoleh penguasaan (bezit)
1.      Menguasai benda yang tidak ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang tidak ada pemiliknya disebut penguasaan originair, atau “bezit occupatio”. Memperoleh penguasaan cara ini tanpa bantuan orang lain, hanya tertuju pada benda bergerak yang tidak ada pemiliknya (res nullius), yang kemudian diakui dan dikuasai. Contoh : mengaku dan menguasai hasil tangkapan ikan di laut, binatang hasil buruan sendiri di hutan, atau benda lain yang dibuang oleh pemiliknya.
2.      Menguasai benda yang sudah ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang sudah ada pemilikya, mempunyai dua kemungkinan, yaitu dengan bantuan orang lain yang menguasai lebih dahulu (pemiliknya) dan tanpa bantuan orang lain yang terkait.

3.      Hak-Hak Kebendaan di atas kebendaan milik orang lain. (Jura in re Aliena)
Hak-hak kebendaan di atas kebendaan milik orang lain adalah suatu hak yang dimiliki oleh seseorang atas suatu kebendaan tertentu yang benda tersebut merupakan benda milik orang lain. Hak tersebut memberikan kekuasaan/kewenangan bagi pemegangnya untuk mengusai atau mengambil manfaat dari benda tersebut.[19] Hak yang dimiliki oleh seseorang atas suatu kebendaan milik orang disebut sebagai jura in re aliena.
Beberapa hak yang merupakan atau tergolong sebagai hak kebendaan di atas kebendaan milik orang lain antara lain sebagai berikut :[20]
a)      Hak guna bangunan                                    e)  Hak tanggungan 
b)      Hak gadai                                                   f)  Hak guna usaha
c)      Hak pakai                                                    g)  Hak sewa
d)     Hak pengelolaan                                         h)  Hak Pakai Hasil
KETERANGAN:
vHak Guna Bangunan
Hak guna bangunan secara sederhananya dapat dimengerti atau dipahami sebagai hak yang dimiliki oleh seseorang untuk mendirikan suatu bangunan di atas tanah hak milik orang lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang antara lain menyebutkan bahwa “Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun”.
v  Hak Tanggungan
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Hak tanggungan memberikan hak kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan atas piutangnya dari penjualan atas benda yang dibebankan hak tanggungan tersebut.[21]
v  Hak Gadai
Suatu hak kebendaan yang diperoleh seorang Berpiutang atas suatu benda bergerak yang diserahkan kepadanya oleh orang lain atas namanya dan memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunsan dari barang tersebut (pasal 1150 KUHPerdata).[22]
v  Hak Guna Usaha
Hak untuk mengusahakan suatu benda yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan (pasal 38 KUHPerdata).
v  Hak Pakai
Hak untuk memngut atau menggunaakan hasil dari orang lain ataupun negara yang memberi wewenang dan kewajiban yang diputuskan oleh pejabat yang berwenang dalam suatu perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan aturan hukum UU (pasal 41 KUHPerdata).
v  Hak Sewa
Hak seseorang atau suatu badan hukum mempergunakan tanah milik orang lain atua keperulan bangunan dengan membayar kepada pemilikinya berupa uang (pasal 44 KUHPerdata).
v  Hak Pengelolaan
Suatu hak atas tanah yang kewenangannya sebagian dilimpahkan kepada pemenangnya. Sehingga hak pengelolaan adalah hak mengusai dari negara dan pelaksanaanya dapat dikuasakan kepada pihak lain.[23]
v  Hak Pakai Hasil
Seseorang diperbolehkan menarik segala hasil dari suatu kebendaan milik orang lain, seolah-olah dia sendiri pemilik kebendaan tersebut dengan kewajiaban memeliharanya dan sebaliknya apabila merusak maka harus menggantinya (pasal 756 KUHPerdata).

2.6       Cara Memperoleh Hak Kebendaan
2.6.1    Dengan pengakuan
Benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian didapatkan dandiakui oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap sebagai pemiliknya.Contohnya, orang yang menangkap ikan, barang siapa yang mendapat ikan itu dankemudian mengaku sebagai pemiliknya, dialah pemilik ikan tersebut. Demikianpula halnya dengan berburu dihutan, menggali harta karun dll.
2.6.2        Dengan penemuan
Benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas dari penguasaannya, karenamisalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan barang tersebutdan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang yangdiketemukannya. Contoh ini adalah aplikasi hak bezit.
2.6.3        Dengan penyerahan
Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui penyerahanberdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibahwarisan, dll. Dengan adanya penyerahan maka titel berpindah kepada siapa benda itu diserahkan.
2.6.4        Dengan cara daluarsa
Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik benda itusebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik atas benda itu diperoleh setelah lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang bersangkutan.
Untuk benda tidak bergerak, daluwarsanya adalah : jika ada hak 20 tahun dan jika tidak ada hak maka 30 tahun.
2.6.5        Dengan pewarisan
Hak kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum waris yang berlaku, bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.
2.6.6    Dengan cara penciptaan
Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah ada maupun sama sekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu.Contohnya orang yang menciptakan patung dari sebatang kayu, menjadi pemilikpatung itu, demikian pula hak kebendaan tidak berwujud seperti hak paten, hak cipta dan lain sabagainya.
2.6.7        Dengan cara ikutan/turunan
Seseorang yang membeli seekor sapi yang sedang bunting maka anak sapi yangdilahirkan dari induknya itu menjadi miliknya juga. Demikian pula orang yang membeli sebidang tanah, ternyata diatas tanah itu kemudian tumbuh pohon durian, maka pohon durian itu termasuk milik orang yang membeli tanah tersebut.

















BAB III
PENUTUP
3.1          Kesimpulan
Benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat diberikan/diletakkan suatu Hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik. Dasar hukumnya ialah beberapa undang-undang yang berlaku.
Asas-asas hukum benda meliputi: Asas hukum pemaksa (dewingenrecht), Asas prioritas (prioriteit), Asas dapat di pindah tangankan, Asas percampuran (Verminging), Asas individualitas (individualiteit), Asas pengaturan dan perlakuan, Asas totalitas (totaliteit), Asas publisitas (publiciteit), Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid) dan Asas mengenai sifat perjanjiannya kebendaan / Asas bahwa hak kebendaan mempunyai sifat (zakelijk overeenkomst)
Macam-macam benda meliputi: Benda berwujud dan benda tidak berwujud, Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak, Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis, Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan dan Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi.
Hak kebendaan ada karena setiap manusia dapat memiliki atau menguasai dari pada benda-benda untuk kepentingannya, oleh karena itu  diperlukan peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan manusia dengan benda-benda tersebut.
Oleh sebab itu, manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup sendirian tanpa adanya bantuan dari yang lainya. Sepatutnya manusia itu memahami arti kehidupan serta melaksanakan hak dan kewajiaban sesuai dengan aturan-aturan ataupun hukum yang berlaku guna tercapainya kesejahteraan, keadilan dan ketertiban.






DAFTAR PUSTAKA

Soedewi, Sri. 2000. Hukum perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty)
Usman, Rahmadi.2011. Hukum Kebendaan, (Jakarta: Sinar Grafik)
Marwan dan Jimmy. 2009. Kamus Hukum, (Jakarta:  Reality Publisher)
Widjaja,Gunawan. 2007. Seri hukum bisnis,memahami prinsip keterbukaan dalam hukum perdata, (Jakarta : Raja Grafindo Persada)
Tutik, Titik Triwulan. 2010. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana)
Abdullah, Frieda Husni. Hukum Kebendaan Perdata : Hak-hak yang memberi kenikmatan, (Jakarta: Ind-Hil Co),
E. Utrecht, Moh Saleh Djindang. 1989. Pengantar dalam Hukum Indonesia,  (Jakarta: Sinar Harapan)
Schouler, James. 1907. “Law of Personal Property, Boston, Little Brown and Company
Subekti.“Pokok Hukum Perdata”, (Jakarta: Internusa)
Murad, Rusmadi. 2004. “Pengaturan penguasaan Tanah oleh negara...” Unit Kajian Hukum Agraria fak. Hukum Unair Surabaya
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Permata Press,  2010)
Kitab KUH Perdata 




[1] Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Permata Press,  2010), hlm. 146
[2] Segala sesuatu yang berguna bagi manusia/badan hukum
[3] Rahmadi Usman, Hukum Kebendaan, (Jakarta: Sinar Grafik, 2011), hal 49
[4] M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum”, (Jakarta:  Reality Publisher, 2009), hlm. 652

[5] Gunawan Widjaja, Seri hukum bisnis,memahami prinsip keterbukaan dalam hukum perdata, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007)
[6] Titik Triwulan Tutik. “Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional”, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. II, hlm. 145-151
[7] Titik Triwulan Tutik. “Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional”, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. II, hlm. 160-163
[8] Sri Soedewi, “Hukum perdata: Hukum Benda”, (Yogyakarta: Liberty, 2000), hlm. 40
[9] Frieda Husni Abdullah, Hukum Kebendaan Perdata : Hak-hak yang memberi kenikmatan, (Jakarta: Ind-Hil Co), hlm. 55
[10] Sri Soedewi., Op, cit., hlm. 24
[11] Pasal 570 KUH Perdata 
[12] Pasal 529 KUH Perdata 
[13] E. Utrecht, Moh Saleh Djindang. Pengantar dalam Hukum Indonesiaa”,  (Jakarta: Sinar Harapan, 1989 ), hlm. 288 
[14] Pasal 17 Universal Declaration of  Human Right
[15] Hak untuk menikmati suatu benda denga leluasadan berbuat bebas atas benda tersebut asalkan tidal bertentangan dengan UU atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkanya dan tidak menggunakan hak orang lain (pasal 570 KUHperdata)
[16] Kedudukan seseorang dalam mengusai suatu kebendaan baik dari diri sendiri maupun dari perantara orang lain (pasal 259 KUHPerdata)
[17] E. Utrecht, Moh Saleh Djindang. Op, cit hlm. 291
[18] James Schouler,1907,Law of Personal Property, Boston, Little Brown and Company, hlm. 4
[19] Subekti, “Pokok Hukum Perdata”, (Jakarta: Internusa),  hlm. 63
[21] Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan menyebutkan “Apabila debitor cedera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. 
[23] Rusmadi Murad, “Pengaturan penguasaan Tanah oleh negara...” Unit Kajian  Hukum Agraria fak. Hukum Unair Surabaya, 2004. Hal. 9