MOH DURRUL AINUN NAFIS (C01215020)
DAYU WINDA
RATRI (E0003127)
Hukum dan Masyarakat
Hukum dan Masyarakat
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaturan pembagian warisan menurut hukum waris Islam dan hukum adat
masyarakat Kudus, lebih spesifik mengkaji pembagian harta antara laki-laki dan
wanita karena kedua sistem hukum ini kemudian akan dikaji dari perspektif gender.
Penelitian ini juga bertujuan menemukan kesesuaian atau ketidaksesuaian nilai
dari hukum Islam dan hukum adat masyarakat Kudus dalam pembagian warisan dengan
prinsip kesetaraan gender.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif.
Pendekatan yang digunakan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Jenis
data yang digunakan adalah data sekunder yang mencakup dokumen resmi,
peraturan-peraturan, hasil karya tulis atau hasil penelitian, buku dan
sebagainya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan cara content
analysis (analisis isi) terhadap ketetapan pengaturan pembagian waris
menurut hukum Islam, hukum adat masyarakat Kudus, dan nilai dari kesetaraan
gender.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan
pembagian waris menurut hukum Islam adalah berdasarkan ketetapan yang diatur
dalam Al Qur’an, Hadits Rasulullah atau As Sunah, dan Ijtihad para sahabat.
Dalam Al Qur’an pengaturan intinya ada dalam Q.S An Nisa’ ayat 11, 12, dan176.
Penerima harta waris menurut hukum Islam diperhitungkan bagian harta warisan
antara laki-laki dan wanita adalah 2:1 yaitu laki-laki mendapat dua kali bagian
dari wanita, hal ini karena beban, tanggungjawab dan pengeluaran laki-laki
terhadap keluarga lebih besar dibandingkan wanita yang tidak mempunyai kewajiban
tanggungjawab harta pada keluarganya. Dan perbandingan 2:1 tidak berlaku
seluruhnya, melainkan dalam beberapa kondisi berlaku perbandingan yang sama 1:1
jika mengikuti hukum adat masyarakat. Hukum adat masyarakat Kudus dalam
pengaturan pembagian waris secara mendasar menggunakan hukum kewarisan Islam.
Dan dari hasil penelitian, hukum kewarisan Islam yang dipakai sebagai landasan
hukum waris adat masyarakat Kudus masih dilaksanakan secara murni artinya tidak
ada penyimpangan kaidah yang mendasar atau mengubah substansi. Jika ada
perbedaan antara hukum kewarisan Islam dengan hukum waris adat yang
dilaksanakan oleh masyarakat Kudus, hal itu merupakan suatu bentuk penyesuaian
antara kaidah yang telah ditetapkan dalam hukum Islam dengan nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat, namun bukan suatu bentuk penyimpangan.Dari penelitian ini
diketahui adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian antara nilai dalam pembagian
waris menurut hukum waris Islam dan hukum adat masyarakat Kudus dengan prinsip
kesetaraan gender.
Berdasarkan pendapat lain, perbandingan
pembagian harta waris 2:1 antara laki-laki dan perempuan jika dikaitkan dengan
gender maka untuk mengukur keadilannya dalam ilmu waris dapat berdasarkan hak
dan kewajiban masing-masing.
Semisal dalam studi kasus, ada sebuah
keluarga dengan 2 anak, laki-laki dan perempuan. Dizaman modern ini, jika pekerjaan
suami tidak menjadi jaminan untuk menghidupi keluarga maka istri juga bisa ikut
serta membantu bekerja sebagai cadangan biaya kebutuhan keluarga tersebut. Lantas
kalau orang tua meninggal bagaimana pembagian waris tersebut? Padahal si istri
juga ikut membiayai kebutuhan keluarga? Jika diterapkan sistem pembagian 2:1
dimana letak keadilanya?
Menurut penjelasan Bapak Dr. H. Darmawan,
SHI., MHI Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya (17-03-2016), ada beberapa ketentuan
antara laki-laki dan perempuan, yaitu:
1. Istri (Perempuan)
selalu terpenuhi segala kebutuhannya, karena nafkahnya menjadi tanggung jawab
anak laki-lakinya, ayahnya, saudara laki-lakinya, dan setelah menikah, tanggung
jawab suaminya.
2. Istri (Perempuan)
tidak punya kewajiban menafkahi keluarga, sedangkan suami (laki-laki) mempunyai
tanggung jawab terhadap keluarga dan kerabatnya.
3.
Suami (laki-laki) ketika menikah, mempunyai kewajiban membayar mahar,
disamping menyediakan tempat tinggal dan memenuhi kebutuhan istri dan
anak-anaknya setelah berumah tangga.
4.
Biaya
pendidikan dan pengobatan anak-anak dan istri adalah tanggung-jawab suami
(laki-laki).
“Anak perempuan bila hanya seorang
ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama
mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan
anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan
anak perempuan.”
وَإِن
كَانُوٓاْ إِخۡوَةٗ رِّجَالٗا وَنِسَآءٗ فَلِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِ
Artinya: “Dan jika mereka (ahli waris itu
terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara
laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan”.(QS. An-Nisa’ :
176)
Dalam surat tersebut menggambarkan bahwa
pembagian waris 2:1 sudah adil. Letak keadilanya sesuai dengan hak dan
kewajiban antara suami dan istri karena suami memiliki tanggung jawab yang besar
atas keluarganya sedangkan istri tidak berkewajiban memberikan nafkah dan istri
masih bisa mendapat warisan dari orang tua.
Jika setelah dihitung dari sepeninggalan orang
tua (ayah) hasilnya adalah Anak laki-laki mendapat lebih banyak dibanding Anak perempuan.
Kemudian suatu hari Anak laki-laki menikahi seorang anak perempuan maka harta
waris anak laki-laki (suami) akan turun bersama anak perempuan (istri). Sedangkan
disisi lain si istri sudah mendapatkan harta warisan dari ayahnya yang
meninggal. Maka jika digabung hasilnya sesuai dengan hitungan akhir berdasarkan
asas keadilan yaitu asas yang mengandung pengertian bahwa harus ada
keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorang dari harta warisan dengan
kewajiban atau beban biaya kehidupan yang harus di tunaikanya. Misalnya,
Laki-laki dan perempuan mendapatkan hak yang sebanding dengan kewajiban yang di
pikulnya masing-masing (kelak) dalam kehidupan bermasyarakat seorang laki laki
menjadi penanggung jawab daalam kehidupan keluarga. Mencukupi keperluan hidup
anak dan istrinya sesuai kemampuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar